Jumat, 27 September 2013

IDUL ADHA PASTIKAN HEWAN QUR'BAN SEHAT BEBAS PENYAKIT

AWAS Anthraks
 Penyakit Hewan yang Berbahaya Bagi Manusia 
Anthraks adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Biasanya menyerang hewan menyusui (Sapi, Kambing atau domaba serta kuda dll) dan dapat menular pada manusia. Gejala yang timbul bila menyerang manusia dapat terdeteksi setelah terkontaminasi selama 7 hari, antara lain :
  1. Inhalation anthrax (terhirup) ; sulit bernapas, syok, bisa langsung mengakibatkan kematian, 
  2. Cutaneous anthrax (kulit) ; radang pada kulit yang makin lama makin besar,
  3. Intestinal anthrax (usus) ; hilang nafsu makan, muntah, demam dan sakit perut, muntah darah, diare.
Belum lama ini media masa melaporkan delapan warga Desa Kadumangu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor dinyatakan positif terserang penyakit anthraks, setelah mengkonsumsi daging kambing yang terjangkit penyakit. Serangan penyakit ini diduga terjadi ketika tetangga korban, Ny Omih (50) menyelenggarakan hajatan perkawinan anaknya sekitar akhir Desember lalu. Saat itu Ny Omih menerima kambing milik salah seorang menantunya bernama Izar. Kambing itu memang sudah kelihatan sakit, jalannya sempoyongan. Daripada mubazir kambing itu dipotong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada para tetangga. Suminta yang menerima daging kambing segera memotong-motongnya di rumah. Kemudian Suminta segera menyerahkan kepada Titi untuk diolah lebih lanjut. Penyakit ini baru dirasakan pada hari Jumat (3/1) lalu. Awalnya hanya gatal-gatal biasa, tetapi tiba-tiba berdarah. Suminta menjelaskan, Saya enggak tahu kalau penyakit ini berbahaya. Biasanya gatal-gatal kayak begini bisa cepat hilang tetapi tahu-tahu malah keluar darah hitam sekali.

Media masa juga melaporkan kematian menimpa delapan warga Dusun Lare, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) akibat serangan anthraks. Pemerintah setempat menjelaskan kematian tersebut diduga akibat serangan bakteri anthraks, tetapi belum dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium. Karena dari sekitar 500 penduduk desa tersebut yang memakan daging kambing tidak semuanya meninggal. Penduduk meninggal tidak bersamaan tetapi berselang beberapa waktu ada yang seminggu dan ada yang dua minggu.

Kasus yang menimpa warga Bima NTB hampir sama dengan yang menimpa warga Bogor. Kambing yang dipotong tersebut adalah kambing sakit, karena mereka berpikir ketimbang kambing mati percuma lebih baik dipotong, kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada penduduk. Pemerintah setempat dari dua kasus ini masing-masing sudah mengirimkan sampel daging kambing yang diduga penyebab serangan anthraks ini ke Balai Penelitian Veteriner (Balitvet), Badan Litbang Pertanian di Bogor.
Penyakit anthraks adalah penyakit yang bisa bertahan lebih dari 10 tahun walaupun sudah dimusnahkan, karena itu pemerintah secara terus menerus akan mengantisipasinya. Anthraks bisa hidup pada musim panas yang kemudian disusul oleh musim hujan terus menerus.

Bakteri anthraks termasuk kuman tanah, spora dan bibit bakteri yang sudah tertanam puluhan tahun di dalam tanah bisa aktif kembali bila terbawa air hujan, menempel di rumput dan kemudian termakan oleh hewan ternak. Kuman ini akan bergegas menyerang sel-sel darah, jaringan limfa, dan hati hewan yang terinfeksi. Serangan anthraks pada hewan berlangsung cukup cepat. Hanya dalam tempo 1-3 hari setelah terinfeksi, hewan akan mengalami kejang, perdarahan hebat, dan mati. Lazimnya, hewan yang sekarat akan mengeluarkan darah kehitaman dari lubang tubuhnya, misalnya telinga, mulut, hidung, atau anus.
Demi mencegah penularan lebih lanjut, hewan yang positif terkena anthraks sama sekali tak boleh dipotong. Prosedur standarnya hewan harus dibakar dan jasadnya dikubur dengan kedalaman dua meter. Kuburan mesti ditutup dengan semen, kapur dan bila perlu dicor dengan beton. Sementara ternak yang masih sehat secepat mungkin diberi vaksin penangkal anthraks.

Mengingat hari-hari belakangan ini masyarakat di Indonesia sedang menunggu peringatan hari raya Idul Adha 1434 H,   saat membeli dan memilih hewan kurban perlu diperhatikan secara baik dan benar bahwa hewan yang akan dibeli benar-benar sehat tidak menunjukan gejala penyakit. 
 Adapun Gejala Umum Hewan Yang terkena penyakit :
  1. Gemetar / Tremor
  2. Kurus atau Lemah dan gelisah
  3. Nafas tidak teratur / Gangguan Pernafasan
  4. Nafsu makan menurun sampai tidak sama sekali
  5. Demam tinggi
Sesuai ajaran agama pilihlah hewan kurban yang Sehat, Gemuk dengan ciri-ciri berpenampilan segar.

Sebaiknya penyembelihan hewan kurban dilakukan dengan koordinasi bersama RT, RW, dan kantor dinas peternakan setempat, supaya bisa membantu memantau kesehatan dan kemanan hewan dan daging kurban. 

Kiat-kiat lain yang dapat dilakukan tentu dengan memilih daging yang sehat. Tandanya daging berwarna merah segar dan tidak suram atau layu kehitaman. Selanjutnya meskipun telah dilakukan pemeriksaan hewan semaksimal mungkin tak ada kelirunya jika anda menerapkan cara memasak daging yang aman.
  • Kuman anthraks secara teoritis bakal terbunuh tuntas bila dididihkan pada suhu 100 derajat Celcius selama sedikitnya 15 menit. Cara ini bisa dilakukan jika anda memasak gule, kare, soto, atau sop daging kambing atau sapi. Tetapi tidak demikian halnya dengan sate, yang kerap hanya matang dipermukaan.
Tak perlu panik jika ada sanak keluarga, kerabat anda yang terlanjur terinfeksi anthraks. Antibiotik biasa misalnya penisilin, tetrasiklin, doxycycline, dan fluoroquinolones cukup ampuh membunuh kuman yang menginfeksi tubuh. Semakin dini pengobatan, semakin besar kemungkinan sembuh total, hanya risiko kematian memang membayang jika pengobatan tidak dilakukan sesegera mungkin. Mengenali gejala awal anthraks adalah langkah yang amat penting dilakukan.

Sumber : Badan Litbang Kementrian Pertanian 2003

Rabu, 25 September 2013

MENANAM MELON BUAHNYA SANG RAJA

PETUNJUK TEKNIS TANAM MELON

 
I. PENDAHULUAN 
 
1. Daerah Asal
Tanaman Melon ( Cucumis melo, L ) merupakan tanaman buah, dari familia Cucurbitae. Pada abad ke 14 melon dibawa ke Amerika oleh Columbus, sampai akhirmya tersebar keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia, karena mudah beradaptasi dan dapat di tanam di dataran rendah dan tinggi. Tanaman melon akan menghasilkan dengan mutu yang baik, tergantung dari : keuletan, ketekunan, kesabaran serta modal yang tersedia, karena melon memerlukan perawatan khusus sesuai selera konsumen.
Buah melon dimanfaatkan sebagai buah segar dengan kandungan vitamin yang cukup tinggi.
2. Sentra Penanaman
Sebelum tahun 1980, buah melon masih diimpor, kemudian dicoba untuk dibudidayakan di Cisarua (Bogor) dan Kalianda (Lampung). Selanjutnya melon berkembang di daerah- daerah termasuk eks karesidenan Surakarta (Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar dan Klaten)

II. SYARAT TUMBUH
1. IKLIM
• Angin yang bertiup cukup kencang, dapat merusak pertanaman, dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah bahkan batang tanaman.
• Hujan yang terus-menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi pathogen. Saat melon menjelang panen, hujan dapat mengurangi kadar gula dalam buah.
• Tanaman memerlukan suhu untuk perkecambahan 250 – 350 C. Untuk pertumbuhan : 200 – 300 C. Saat proses pemasakan buah 260 C pada siang hari, dan 160 C pada malam hari. Tanaman tidak dapat tumbuh apabila suhu < 180 C. Sehingga tanaman memerlukan sinar matahari penuh 10 – 12 jam / hari selama pertumbuhannya.
• Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan, pada kelembaban yang tinggi, tanaman melon mudah diserang penyakit. Kelembaban yang ideal antara 70 % - 80 %.
2. Ketinggian Tempat
Tanaman melon dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 300 – 900 meter dari permukaan laut.Ketinggian > 900 meter tidak berproduksi secara optimal..
3. Media Tanaman
• Tanah yang baik untuk budidaya melon adalah liat berpasir yang kaya bahan organik, dengan drainase yang baik pula, sebab tanaman tidak menyukai tanah yang terlalu basah. Pada dasarnya membutuhkan air yang cukup banyak, tetapi sebaiknya air dari irigasi, bukan dari air hujan.
• Tanah yang baik untuk tanaman melon adalah bekas tanaman padi, jagung dan tebu.
• Tidak baik ditanam pada tanah yang asam secara terus-menerus. Melon akan tumbuh baik pada pH 5,8 – 7,2

III. PERSIAPAN TANAM
1. Persemaian benih
a. Cara dan waktu penyemaian
• Benih yang akan disemaikan, direndam air selama 2 – 4 jam. Kemudian benih disemaikan pada plasttik yang telah diisi tanah yang elah dicampur pupuk kandang (5 : 1)
• Benih disemai dalam posisi tegak dan ujung calon akarnya menghadap ke bawah, kemudian ditutup dengan campuran abu sekam dan ttanah (2 : 1 )
• Untuk merangsang perkecambahan benih, dengan menciptakan suasana hangat, maka tutuplah permukaan persemaian dengan karung goni basah. Apabila kecambah telah muncul ke permukaan media semai (biasanya hari ke-3 atau ke -4) maka karung goni dapat segera dibuka.
b. Pembuatan media semai
• Pembuatan media semai dengan mencampurkan tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan ( 1 : 1 : 1 )
2. Pemeliharaan persemaian
Benih yang disemai dalam polybag akan tumbuh menjadi calon bibit haruslah dipelihara agar menjadi bibit melon yang kekar dan sehat.
a. Cara dan waktu penyiraman
• Bibit disiram setiap hari, untuk penyiraman digunakan tangki semprot. Apabila daun sejatti keluar, baru penyiraman dapat dilakukan dengan gembor.
• Saat cuaca panas, tanah dalam polybag kering, mak a penyiraman perlu dilakukan pada sore hari.
b. Penjarangan
• Tujuan penjarangan untuk menyiapkan bibit yang sehat dan kekar siap untuk ditanam.
• Penjarangn dilakukan 3 hari sebelum penanaman bibit di lapangan.
c. Pemupukan di persemaian
• Untuk pertumbuhan vegetatip, bibit dapat dipacu dengan penyemprotan pupuk daun yang mengandung nitrogen tinggi, saat bibit umur 7 – 9 hari settelah sebar, dengan konsenrasi 1 – 1,5 gram /liter air. (cukup satu kali)
• Pupuk akar tidak perlu, karena madia semai telah cukup subur.
3. Pemindahan bibit
Bibit melon dipindahkan ke lahan apabila sudah berdaun 4 – 5 helai atau bibit telah berumur 10 – 12 hari. Caranya kantong plastik disilet dengan cutter, jangan sampai akarnya rusak, tanah sedikit dipadatkan dengan dikepal ttanagn, terus bibit ditanam pada bedengan.
4. Pengolahan media tanam / Pembukaan lahan
a. Pembajakan : lahan yang akan dibajak harus digenangi air, selama semalam, cukup sekali bajak dengan kedalaman 30 cm.
b. Setelah laahan dibajak semua, kemudian dibuat bedengan-bedengan tanam.
5. Pembuatan bedengan tanam
• Ukuran bedengan adalah : lebar (100 – 110 cm ), Tinggi (30 – 50 cm), Panjang maksimum (12 – 15 m ), lebar parit/saaluran (55 – 65 cm).
• Pada musim hujan, tinggi bedengan 50 cm, agar perakaran tanaman tidak terndam air hujan, dan di musim kemarau tinggi bedengan cukup 30 cm.
• Setelah bedengan jadi, taburlah pupuk kandang, pupuk kimia (Urea, SP-36, KCl) diaduk secara merata.
6. Pengapuran
• Sebelumnya dilakukan pengukuran pH dengan alat pH meter. Diambil 10 tittik sebagai sampel kemudian dihiung pH rata-rata.
• Setelah diperoleh pH ratta-rta dilakukan pengapuran dengan Dolomit ( MgCO30 atau kapur tanaman (CaCO3) dengan ukuran :
a. pH 5,4 : jumlah kapur 3,60 ton/ha
b. pH 5,6 : jumlah kapur 2,65 ton/ha
c. pH 6,1 – 6,4: jumlah kapur < 0,75 ton/ha
7. Pemasangan mulsa plastik hiam-perak (PHP)
• Sebelum pemasangan mulsa PHP, bedengan diairi (dileb) agar tanahnya lunak. Pemasangan mulsa sebaiknya dilakukan pada siang hari, agar plastik mudah ditarik dan merata.
• Caranya : warna perak di atas dan warna hiam di bawah, diperlukan 2 orang untuk memasang satu bedengan. Tariklah kedua ujung mulsa pada bedengan, kaitkan salah satu ujungnya pada bedengan menggunkan penjepit mulsa dari tutus bambu agar lebih kuat. Setelah kedua ujung mulsa
terkait, dengan cara bersamaan tariklah mulsa pada kedua sisi bedengan setiap meternya secara bersamaan terus dijepit dengan pasak tutus bambu.
• Setelah selesai pemasangan mulsa, bedengan dibiarkan 3 – 5 hari sebelum dibuat lubang tanam. Tujuannya agar pupuk kimia yang diberikan dapat berubah menjadi bentuk tersedia bagi akar tanaman.
8. Pembuatan lubang tanam
Untuk membuat lubang tanam dengan menggunakan alat khusus berdiameter + 8 cm, dibuat sedemikian rupa hingga panas yang ditimbulkan dari arang yang dibakar mampu melubangi mulsa dengan cepat. Sekaligus jarak lubang disesuaikan jarak tanam yaitu 70 x 60 atau 80 x 60 cm.
9. Cara penanaman
• Setelah bibit di persemaian berdaun 2 – 3 lembar, (umur + 15 hari) bibit siap ditanam.
• Untuk memudahkan penanaman, maka saluran antar bedengan diairi dahulu.
• Bibit dikeluarkan dari polybag dengan disilet (catter) jangan sampai akarnya rusak, diletakkan pada lubang yang telah ditugal, penanaman dilakukan dengan posisi + 2 cm lebih dalam dari leher akar semula.

IV. PEMELIHARAAN TANAMAN
1. Penyulaman
Penyulaman dilakukan dalam waktu 2 minggu setelah tanam, Dan dilakukan pada sore hari, selama 3 – 5 hari karena kemungkinan dalam seminggu pertama masih ada tanaman yang perlu disulam. Bibit sulaman baru harus disiram air agar akarnya melekat.
2. Penyiangan
Pada budidaya melon sistem mulsa, penyiangan dilakukan pada lubang tanam di antara dua bedengan. Gulma yang tidak dibersihkan menyebabkan lingkungan tanaman menjadi lembab, sehingga merangsang adanya penyakit. Gulma juga dapat sebagai inang hama dan nematode yang merugikan.
3. Pemupukan
Pemupukan diberikan tiga kali yaitu : pertama 20 hari setelah tanam, kedua 40 hari setelah tanam (ketika akan melakukan penjarangan buah) ketiga 60 hari setelah tanam.
Dosis pupuknya sebagai berikut :
• Pupuk dasar :
Urea : 440 kg/ha
SP-26 : 120 kg/ha
KCl : 440 kg/ha
Pupuk kandang : 10 ton/ha
• Pupuk susulan I :
Urea : 330 kg/ha
SP-36 : 220 kg/ha
KCL : 160 kg/ha
• Pupuk susulan II
Urea : 220 kg/ha
SP-36 : 550 kg/ha
KCl : 160 kg/ha
• Pupuk susulan III
Urea : 440 kg/ha
4. Pengairan
• Tanaman melon menghendaki udara yang kering untuk pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab. Pengairan dilakukan pada sore atau malam hari.
• Tanaman disiram sejak masa pertumbuhan sampai tanaman akan dipetik buahnya. Saat menyiram jangan sampai air membasahi daun dan buahnya, untuk mencegah terjangkitnya penyakit yang berasal dari percikan terutama jamur.
• Masa berbunga dan berbuah, penyiraman dikurangi (+ 2 minggu), tetapi saluran air/got tidak boleh kering. Mendekati pemetikan buah ( 2 minggu sebelum panen) siraman air dihentikan.
5. Pemeliharaan lain
a. Pemasangan ajir
 Tanaman melon mempunyai jumlah cabang antara 15 – 20. Maka setelah tanaman mengeluarkan sulur segera diberi ajir.
 Ajir atau tongkat dari bilahan bambu, untuk rambatan sulur kira-kira tingginya 50 cm. dipasang setelah selesai membuat pembumbunan. Tinggi ajir 1,5 – 2 meter, dengan jarak 25 cm dari pinggir guludan kanan maupun kiri. Penancapannya agak menyilang kedalam ( 2 ajir ditali) dan digapit kuat.
b. Pemangkasan
 Setelah tanaman berdaun 7 – 8 helai mulailah diadakan pemangkasan. Tunas yang tumbuh pada ketiak daun pertama sampai kelima dipangkas.
 Tunas yang tumbuh setelah ruas ke-8 dipangkas dengan tetap menyisakan 2 helai daun.
 Bila batang utama sudah mencapai 20 – 25 ruas, lakukan pangkas pucuk. Waktu yang tepat untuk melakukan pemangkasan adalah saat udara cerah dan kering.
c. Seleksi dan pembungkusan buah
 Pelihara 3 – 4 calon buah pada setiap tanamaan, terutama yang tumbuh pada cabang ke 10 sampai ke 17.
 Setelah calon buah sebesar telur ayam, pilih 2 calon buah yang paling baik/bagus yaitu yang berbentuk bulat agak lonjong, sedangkan sisanya dibuang .
 Kemudian bungkuslah buah tersebut dengan kantong plastik transparan, agar tidak terserang hama lalat buah.
 Bila buah sudah sebesar bola tenis, cabang buahnya diikat pada ajir dengan tali rafia.

V. HAMA DAN PENYAKIT
A. H a m a
1. Kutu Aphids (Aphis gossypii G )
• Ciri : hama ini mengeluarkan getah cairan yang mengandung madu dan jika dilihat dari kejauhan mengkilat. Aphids muda berwarna kuning, yang dewasa mempunyai sayap berwarna agak kehitaman.
• Gejala serangan : daun menggulung dan pucuk tanamaan menjadi kering akibat cairan daun dihisapnya.
• Pengendalian : tanaman yang terserang harus disemprot dengan insektisida yang berganti-ganti. Penyemprotan dilakukan pagi hari, setiap 3 -5 hari sekali. (Insektisida Perfekthion 400 EC) konsentrasi sesuai petunjuk. Gulma sebagai inang hama harus diberesihkan.
2. Thrips (thrips parvispinus K )
• Ciri : hama menyerang mulai fase pembibitan sampai tanaman dewasa. Nimfa berwarna kekuning-kuningan, dan thrips dewasa berwarna coklat kehitaman. Berkembang biak secara cepat secara parthenogenesis. Biasanya serangan mengganas di musim kemarau.
• Gejala : daun-daun muda dan tunas-tunas baru menjadi keriting, dan bercaknya kekuningan, tanaman kerdil serta tiddak dapat membentuk buah secara normal.
• Pengendalian : dengan insektisida kontak 3 – 4 hari sekali
B. Penyakit
1. Layu bakteri

• Penyebab : bakteri Erwinia tracheiphila. Penyakit ini dapat disebarkan dengan perantara kumbang daun oteng-oteng.
• Gejala : daun dan cabang layu dan terjadi pengkerutan pada daun, warna daun menguning, mongering akhirnya mati. Daun layu satu persatu, meskipun warnanyya tetap hijau, baru tanaman layu secara keseluruhan. Apabila batang dipotong melintang, akan mengluarkan lender putih kental dan lengket bahkan dapat ditarik seperti benang.
• Pengendalian : Benih direndam dalam bakterisida Agrimycin (Oxytetracycline dan strepotomycin ) dengan konsentrasi 1,2 gram/liter.
2. Penyakit busuk pangkal batang
• Penyebab : cendawan Mycopharkka melonis .
• Gejala : pangkal batang yang terserang mula-mula seperti tercelup minyak kemudian keluar lender berwarna coklat dan kemudian tanaman layu dan mati. Daun yang terserang akan mongering apabila diremas seperti kerupuk dan berbunyi kresek-kresek apabila diterpa angin.
• Pengendalian : Daun-daun yang terserang dibersihkan, kemudian disemprot dengan fungisida Derasol 500 SC, konsentrasi 1 – 2 cc/liter air. Pagkal batang yang terserang dioles dengan larutan fungisida Calixin 750 EC konsentrasi 5 cc/liter.

VI. P A N E N DAN PASCA PANEN
A. PANEN
Ciri-ciri atau tanda buah yang telah siap panen atau masak :
• Saat buah masak, warna kulit berubah dri hijau muda kekuning-kuningan atau tergantung jenisnya.
• Pada jenis yang ber-net, net telah penuh dan sempurna, aroma wangi dengan kematngan 90 %.
• Terbentuk lapisan pemisah pada tangkai buah atau cincin
• Sekitar tangkai dan kelopak mulai menguning, disekitar bila ditekan agak lunak.
• Biasanya buah melon dapat dipetik setelah umur 3 bulan setelah tanam, tergantung jenisnya, dan tinggi tempat.
B. Cara panen
• Potong tangkai buah melon dengan pisau tajam, sisakan minimal 2 cm untuk memperpanjang masa simpan buah.
• Tangkai dipotong berbentuk hurub “ T” maksudnya agar tangkai buah utuh dan kedua sisi atasnya merupakan tangkai daun yang telah dipotong daunnya.
• Pemanenan dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah yang benar-benar telah siap dipanen.
C. Periode panen
• Seandainya dalam jangka waktu 3 – 5 bulan mendatang harga melon diramalkan akan jatuh, maka alernatif untuk rotasi tanaman bekas melon untuk tanam cabai. Karena lahan yang tersedia tidak perlu diubah, maka mulsa plastik dibuka dan pemupukan untuk cabe dapat dilakukan.
• Bila dalam waktu 4 bulan berikutnya ramalan harga melon akan meningkat, maka lahan bekas ditanami padi lebih baik, karena dapat memutus siklus hama dan penyakit pada tanaman melon.
D. Pasca panen
• Buah melon yang telah dipanen dikumpulkan pada suatu tempat yang kering, sejuk dan diberi alas jerami, dan segera disortir (grading)
• Bila akan diangkut jarak jauh, buah perlu diberi alas dan kotak, agar mengurangi kerusakan akibat terbentur, cacat fisik, untuk konsumsi pasar swalayan.

Selasa, 24 September 2013

SARANG WALET BISNIS AIR LIUR YANG MENGGIURKAN

BUDIDAYA BURUNG WALET
( Collacalia fuciphaga )


1. SEJARAH SINGKAT

Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak. 

2. SENTRA PETERNAKAN WALET

Sentra Peternakan burung Walet banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah
Propinsi Jambi Termasuk diantaranya sentra Peternakan Walet di sumatera

3. JENIS

Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
  • Superorder : Apomorphae
  • Order : Apodiformes
  • Family : Apodidae
  • Sub Family : Apodenae
  • Tribes : Collacaliini
  • Genera : Collacalia
  • Species : Collacaliafuciphaga


4. KEGUNAAN / MANFAAT

Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya (saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga. 

5. PERSYARATAN LOKASI


Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
  1. Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
  2. Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat.
  3. Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
  4. Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    1. Suhu, Kelembaban dan Penerangan
      Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %. Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
      1. Melapisi plafon dengan sekam setebal 2° Cm
      2. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
      3. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter 4 cm.
      4. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
      5. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
    2. Bentuk dan Konstruksi Gedung
      Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi dari 10x15 m 2 sampai 10x20 m 2 . Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi. Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen dapat disirami air setiap hari. Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayu-kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat. Atapnya terbuat dari genting. Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat berputar-putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm 2 dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang dicat hitam.
  2. Pembibitan
    Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja. Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi, pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.
    1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
      Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu waktu burung kembali mencari makan.
    2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
      Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
      1. Memilih Telur Walet
        Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
        • Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari.
        • Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
        • Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari.
          Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
          kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya. Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan peneropongan.
      2. Membawa Telur Walet
        Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh, sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas. Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
        Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan telur tua lebih rendah.
    3. Penetasan Telur Walet
      1. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
        Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan. Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta mencari makan.
      2. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
        Suhu mesin penetas sekitar 40 ° C dengan kelembaban 70%. Untuk memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air didalam cawan tersebut tidak habis. Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan sampai hari ke-12. Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
        hari telur akan menetas.
  3. Pemeliharaan
    1. Perawatan Ternak
      Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut (kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2 derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin. Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak. Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan. Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet dewasa.
    2. Sumber Pakan
      Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri. Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk mengasilkan serangga adalah:
      1. menanam tanaman dengan tumpang sari.
      2. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
      3. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
      4. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
    3. Pemeliharaan Kandang
      Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam karung dan disimpan di gedung.
7. HAMA DAN PENYAKIT
  1. Tikus
    Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat menyebabkan suhu yang tidak nyaman.
    Cara pencegahan tikus dengan menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan untuk sarang tikus.
  2. Semut
    Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung walet yang sedang bertelur.
    Cara pemberantasan dengan memberi umpan agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu semut disiram dengan air panas.
  3. Kecoa
    Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan tidak sempurna.
    Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida, menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang agar tidak menjadi tempat persembunyian.
  4. Cicak dan Tokek
    Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet.
    Cara pemberantasan dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.
8. PANEN

Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan. Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet dengan beberapa cara, yaitu:
  1. Panen rampasan
    Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan. Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
  2. Panen Buang Telur
    Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga 4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal. Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk menetaskan telurnya.
  3. Panen Penetasan
    Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
  1. Panen 4 kali setahun
    Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen selanjutnya dengan pola buang telur.
  2. Panen 3 kali setahun
    Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu, panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan dan buang telur.
  3. Panen 2 kali setahun
    Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk memperbanyak populasi burung walet.
9. PASCAPANEN

Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang walet yang bersih dengan yang kotor.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA / ANALISA USAHA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun 1999:
    1. Modal tetap
      1. Gedung Rp. 13.000.000,-
      2. Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
      3. Perlengkapan Rp. 500.000,-
        Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
        Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp. 391.667,-
    2. Modal Kerja
      1. Biaya Pengadaan
        • Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
        • Transportasi Rp. 100.000,-
        • Makan Rp. 50.000,-
      2. Biaya Kerja
        • Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp. 15.000,-
        • Panen Rp. 20.000,-
          Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp. 685.000,-
    3. Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
      1. Modal tetap Rp. 13.500.000,-
      2. Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-
        Jumlah modal Rp. 14.185.000,-
    4. Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
      1. sarang burung walet menghasilkan 1 kg
      2. sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
      3. untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
        • sarang burung walet 4 kg
        • sarang burung sriti 60 kg
      4. untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
        • sarang burung walet 20 kg
        • sarang burung sriti 300 kg
    5. Biaya produksi
      1. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp. 391.667,-
      2. Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
        Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
        Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp. 67.292,-
    6. Penjualan
      1. sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
      2. sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
        Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-Untuk 5 tahun
        1. sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
        2. sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
          Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-
    7. Break Even Point
      1. Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
      2. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp. 64.600.000,-
      3. Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
      4. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp. 5.590.000,-
      5. .BEP 232.919
    8. Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
  2. Gambaran Peluang Agribisnis
    Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar dan masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet yang telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.
11. DAFTAR PUSTAKA
  1. Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
  2. Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
  3. Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2. Jakarta: Penebar Swadaya, 1998.
  4. Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4. Jakarta: Penebar Swadaya, 1994.
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

CARA TANAM PALA / NUTMEG Myristica fragrans Houtt

CARA TANAM PALA

Syarat Tumbuh 
Tanaman Pala memerlukan iklim yang agak konstan terutama pada masa pertumbuhan. Keadaan iklim dipengaruhi oleh beberapa unsur lainnya seperti : Curah hujan, Angin dan ketinggian tempat.
  • Curah Hujan         :  Banyaknya curah hujan berkisar 2.000 – 3.000 mm/tahun dengan 108 – 180 hari / hujan
  • Temperatur/Suhu : Antara 18º - 34º C.
  • Tanah: Subur, gembur, banyak mengandung humus, drainase baik, pH tanah 5,5 – 6,5 dengan struktur tanan lempung berpasir.
  • Ketinggian tempat: Tumbuh dan berproduksi / berbuah dengan baik pada ketinggian 0 – 700 meter dpl (diatas permukaan Laut)
 Cara Penanaman
  1. Jarak tanam  9  X 9 m atau 7 x 7
  2. Ukuran lubang tanam 50 X 50 X 50 cm dan 70 X 70 X 0 cm bagi tanah yang berstruktur liat.
  3. Pembuatan lubang tanam dilaksanakan 1 – 2 bulan sebelum penanaman.
  4. Tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah dipisahkan.
  5. Tanah bagian atas dicampur pupuk kandang kemudian dimasukan ke lubang bagian A
  6. Tanah bagian bawah dicampur pupuk kandang kemudian dimasukan ke lubang bagian B 
Penanaman
  1. Tanah campuran pupuk kandang dibongkar sesuai dengan ukuran polybag
  2. Bibit dimasukan ke dalam lubang, kemudian Plastik polybag disayat dengan pisau.
  3. Bibit ditahan dengan kayu dari tiga arah guna menjaga tidak roboh oleh angin
Pemeliharaan Tanaman
  • Penyiraman bibit jika kemarau atau disesuaikan dengan curah hujan.
  • Penyiangan atau pembersihan dari rumput disekeliling tanaman dilaksanakan antara 1 – 2 bulan setelah tanam dan selanjutnya dilaksanakan 6 bulan sekali.
  • Penanaman pohon pelindung untuk penahan dari angin dengan jarak 40 m dari tanaman pala.
  • Penggemburan tanah dilakukan disekitar tanaman.
  • Pembuatan rorak sebagai tempat penyimpanan daun yang kering dan yang gugur.
  • Pemupukan tanaman sebaiknya dilakukan sesuai dengan jenis tanah adalah sebagai berikut :
Jenis Tanah
Jenis dan dosis pupuk/phn/thn
Urea
SP 36
KCL
Latosol
Andosol
Podzolik
600 gr
550 gr
750 gr
600 gr
550 gr
550 gr
600 gr
400 gr
800 gr

Pengendalian Hama dan Penyakit Serta Gulma/Rumput
  • Penggerek batang dikendalikan dengan menutup lubang gerekan dengan insektisida Dimecron 50 EC, tamaron 50 EC, dosis 2 cc/lt air sebanyak 10 cc/pohon.
  •  Pengendalian rayap pada pangkal batang dapat dicegah dengan pembersihan kebun (sanitasi). Penangulangan dapat dengan menyemprotkan larutan Diazinon pada bagian yang terserang.
  • Penyakit terbelah putih. Gejala serangan adalah bercak kecil berwarna ungu kecoklatan dibagian luar daging buah menjadi lunak dan hitam, daging buah terbelah dan gugur. Pengendalian dengan drainase di bagian bawah pohon. 
  • Pengendalian Rumput/Gulma dengan cara mencabut rumput yang tumbuh sekitar tanaman pala
Panen Dan Pasca Panen
Panen Muda untuk keperluan Penyulingan Minyak Atsiri
Biasanya dipanen Pala sebelum matang / merekah dimana buah pala sudah menunjukan tua
Panen Tua 
Tanaman pala mulai menghasilkan pada umur 6 – 10 tahun. Kriteria panen ditandai dengan merekahnya buah, berarti buah sudah cukup tua. Umur produktif Tanaman Pala (produksi maksimal pada umur 25 – 60 tahun), produksi konversi antara 1.500 – 2.000 buah/pohon/tahun, 8 kg. buah kering atau 1,6 kg fully. Perbandingan biji dengan fully 4 : 1

Pasca Panen
  • Pemisahan biji dan daging buah, keringakan dan dijemur 10 – 15 hari.
  • Fully dilepaskan dari biji kemudian dihamparkan di atas tampir (dikering anginkan).
  • Panaskan atau layukan kemudian dipipihkan dan dijemur 2 atau 3 hari.
  • Dari daging buah dapat dijadikan manisan, asinan sirup atau zeam.
  • Dari biji pala dapat diambil minyaknya untuk bahan industri, obat-obatan dengan kadar minyak sekitar 8 – 10 %
  • Kadar minyak dari fully sekitar 15 %
Pemasaran Hasil 
Dapat dipasarkan ke pasar local atau eksport (Eropa atau Amerika)